Ya, aku kembali terbangun di sore hari tepat saat hujan turun.
Sebuah bayangan kembali terlintas di pikiranku.
Entah itu hanya mimpi atau itu hal yang terjadi tadi siang, saat hujan juga sedang turun.
**
Tadi pagi Priscilla, adikmu, menelponku.
"Kak Rian buruan ke bandara ya, kak Hanny akan segera berangkat ke Singapura" , katanya.
Aku tercengang.
Sudah 2 bulan semenjak terakhir kali aku mengecup keningmu, di taman itu, saat aku menyatakan perasaanku, saat kau menolakku.
Kita sudah tak pernah berkomunikasi lagi sejak itu.
Aku meninggalkan kertas ujianku begitu saja, aku memang tengah ujian saat menerima kabar dari Priscilla.
P'Arman mungkin akan mengusirku selama 2 minggu berturut-turut dari pelajarannya gara-gara hal itu, tapi aku sama sekali tidak peduli.
Aku menemukanmu duduk di salah satu cafe bandara, terdiam, dan menyembunyikan wajah di antara kedua tanganmu.
Ya, mungkin kau tengah menangis. Mungkin.
"Aku benci saat seperti ini" , kataku duduk di kursi di hadapanmu.
Kau mengangkat wajah, tersenyum. Tapi air mata itu masih membekas di sana, di pelupuk matamu.
"Kamu senang aku pergi?" , tanyamu.
Itu 1 dari sejuta hal bodoh yang pernah kau tanyakan, karena kau pun tahu jawabannya. Tidak.
Sama seperti saat kau bertanya perbedaan GGL (Gaya Gerak Listrik) dan tegangan jepit kepadaku.
"Aku tidak tahu" , jawabku.
Kau tertawa. Entah apa yang lucu.
Tapi aku suka tawa itu. Manis.
Lalu kemudian kau bangkit dari kursimu. Cerobohnya, kau menumpahkan vanilla latte pesananmu ke seragam putih abu-abu milikku.
Aku hanya tersenyum saat kau memasang wajah penuh dosa.
Sok bersalah sekali, batinku.
"Mau kemana?" , tanyaku.
"Membeli tiket lotre?" , katamu.
Aku masih bekum mengerti sampai detik ini,mengapa kau selalu membuat humor tentang tiket lotre.
Ku harap kau akan senang di Singapura, kurasa disana ada lotre.
Aku mengikutimu dari belakang. Bukan.
Bukan karena kau melarangku berjalan di sampingmu.
Hanya saja, aku ingin memandang pemilik rambut ikal itu dari belakang, untuk terakhir kalinya.
"Kapan kau pulang?" , tanyaku saat kau akan menyerahkan tiket ke security atau entah apa namanya.
"Kalau senyummu sudah bisa berhenti membuat jantungku berdebar tak karuan. Beritahu aku, aku pasti akan segera pulang" , katamu.
Aku terhenyak.
"Kamu.."
Kau memelukku, hangat dan erat sekali.
Aku hanya diam terpaku, tak membalas pelukanmu.
"Tapi, saat aku pulang kau harus janji akan ada sebuah pelukan. Kau berutang sebuah pelukan, jagoan" , katamu lalu menyerahkan tiket dan meninggalkanku.
Aku masih terdiam.
Aku pulang menggunakan taksi. Aku memaksa sopir taksi melaju cepat.
Secepat pesawat yang akan membawamu ke Singapura.
Rintik hujan jatuh bersama air mataku.
**
Tapi, mungkin cuma mimpi , pikirku.
Aku menyeruput segelas kopi buatanku. Hangat.
2 komentar:
bagus ceritanya :)
Hehe :) senang mendengarnya..
Posting Komentar